REGISTRATION OF NEW SAPU ANGIN TEAM



ARE YOU READY FOR ENERGY CHALLENGE????

download your registration form HERE

Pak SBY, Jangan Menyesal Keluar dari Teknik Mesin ITS

16 Juli 2010 10:37:40

Kiranya kalimat itulah yang akan saya lontarkan kepada Presiden SBY jika saya menjadi salah satu crew Sapu Angin. Itu pun kalau Pak Beye bersedia mengundang kita lagi ke istana kepresidenan selepas kemenangan spektakuler di ajang Shell Eco Marathon Asia kemarin. Saya juga tidak mau berspekulasi jawaban apa yang akan dilontarkan beliau. Yang jelas sebagai mahasiswa ITS, saya berharap beliau menyesal telah keluar dari Teknik Mesin ITS.

Kampus ITS, ITS Online - Itu hanya sebuah jawaban impian, seperti halnya kalimat yang saya ajukan menjadi judul artikel ini. Toh misalkan benar-benar menjadi kenyataan, mayoritas civitas akademika ITS pasti mendukung jawaban saya, walaupun kampus lain belum tentu setuju.

Yang saya yakini Pasti Pak Beye sangat terpukau melihat prestasi mantan Almamaternya. Juga jika memang Pak Beye ternyata pada tahun 1969 memutuskan melanjutkan untuk kuliah di jurusan Teknik Mesin ITS, tidak ada yang bisa menggaransi bahwa pada tahun 2004 beliau bisa menjadi Presiden. Lha lulusan ITS saja tidak ada yang jadi RI 1. Tapi setidaknya Pak Beye yang "Drop Out"-an ITS pun bisa.

Semua bermula dari Sapu Angin (SA), jurus sakti milik Sunan Kalijaga yang menjadi nama Mobil sakti milik Tim Mesin ITS. Kemenangan tim ini pada ajang Shell Eco Marathon Asia memang sangat istimewa dan spektakuler. Menjadi juara I untuk Combustion Grand Prize dan Gasoline Fuel Award, semuanya untuk kelas Urban Concept dengan rekor 237,6 km per liter bensin. Sedangkan juara 2 dan 3 diraih tim UI dengan catatan 61,8 dan 54,5 km/liter. Saya sendiri melihat selisih yang ekstrim tersebut lebih suka menyebut juara I ITS, juara 2 ITS, juara 3 juga ITS dan juara 4 baru UI. Setuju atau tidak terserah anda tapi yang jelas juara itu level Asia.

Sejak awal, mobil ini memang sudah menuai pujian dari banyak pihak, termasuk dari Pak Beye. Disaat ada mobil tim lain yang hobi mogok ketika diminta memutari Istana Kepresidenan, justru Sapu Angin berhasil melaju tenang tanpa banyak Curcol ke media massa.

Juga berkat dukungan penuh dari hampir seluruh civitas akademika ITS plus alumni, tim ini akhirnya menjadi satu-satunya tim yang berhasil mengumandangkan Lagu Indonesia Raya di sikuit Sepang, Malaysia. Saya membayangkan, betapa senang dan bangganya crew Sapu Angin saat itu. Sampai Pak Herman (Herman Sasongko, Kajur Teknik Mesin, red) pun harus berkali-kali melihat angka yang tertera pada display hasil perlombaan. Ia hampir tidak percaya dengan angka yang mereka capai.

Dengan tiba-tiba, mayoritas otak civitas akademika yang konsentrasi pada Piala Dunia dan kasus video mesum harus berbelok arah memelototi berita kemengangan Sapu Angin. Serbuan media bertubi-tubi mem-blow up kemenangan ini hingga menjadi Top Trending Topic di hampir semua media massa seluruh Indonesia.

Bahkan milist Mesin ITS pun seakan sudah berubah menjadi "seper-10detik.com". Mahasiswa juga kena imbasnya, mulai dari yang stand by di kampus, pulang ke desa, kerja praktek atau sekedar jalan-jalan pasti ditanyai warga sekitar tentang Sapu Angin walaupun belum tentu dia mahasiswa Teknik Mesin. Hingga Mbah Google pun menyimpan hati kepada “Sapu Angin ITS” dengan menyediakan 360 ribu tulisan. Sebuah angka yang fantastis karena berhasil mengalahkan kata “Dr Angka Nitisastro”, salah satu pendiri ITS.

Satu hal yang saya suka dari Tim SA adalah sikap “bungkam” terhadap media sebelum kompetisi. Jika tim lain berusaha mengekspos diri kepada media sebanyak-banyaknya. Tak jarang, lewat model simbiosis mutualisme ini ada media yang memberikan liputan eksklusif setajam rambut dibelah tujuh belas. Nyatanya, Tim SA tidak mau kecolongan berkali-kali akibat polah media sekarang yang memang tak memberi batasan mana kawan, mana lawan.

Saya sadur pengalaman pribadi dari Pak Triyogi Yuwono, salah satu dosen pembimbing Tim SA. Ketika diundang seminar di Bali, ada dosen ITB yang memaparkan konsep desain mobil yang akan diikutkan SEM Asia pada kelas Prototipe. Bentuknya lonjong dan semakin mengecil ke belakang dengan bagian akhir membelok ke atas. Beberapa hari kemudian, ITS memberitakan desain SA 2 yang bentuknya menyerupai tetesan air. Tak lama kemudian, semua tim Indonesia menggunakan bentuk ini temasuk ITB yang tidak diketahui alasannya mengubah desainya. Pun demikian waktu SA 1 diberitakan menggunakan mesin pemotong rumput, semua tim se-Indonesia seakan “sepakat” menggunakan mesin serupa. Walaupun akhirnya ada yang berubah haluan.

Tak mau kecolongan lagi, saat lahirnya mesin PAIJO EXPERIMENT-01 tidak ada satu keterangan resmi dari media terkait komponen dan manufaktur mesin ini hingga detik ini. Tentang peran pemberitaan dari media, saya berharap kompetisi SEM Asia 2011 bisa dibuat liputan eksklusif harian. Mirip yang dilakukan Tim Maritim Challenge ketika berlaga di Finlandia, daripada dibuat tulisan parsial wartawan yang belum tentu merasakan soul Tim SA ITS.

Made In Indonesia
Pernah ada seorang dosen Bahasa Inggris berkomentar enteng, “Di sini itu ada jurusan Teknik Sipil tapi kenapa jalan ITS masih ada yang bolong-bolong dan tidak rata. Saya juga tidak pernah tahu Teknik Mesin yang mampu membuat mesin sendiri?”. Kala itu mungkin mahasiswa Mesin yang berada di kelas ini sudah memaki-maki dalam hati tapi juga berfikir, “Apa saya bisa?”.

Akhirnya terjawab juga di tahun 2010 ini. Tim SA ITS adalah satu-satunya tim Indonesia dengan mesin yang dirancang dan dibuat sendiri alias made in Indonesia dengan sapaan akrab Paijo. Terlebih dari wacana, ada rencana untuk mengkomersilkan kedua mobil SA. Walaupun harus menunggu 20-30 tahun mendatang, setidaknya ada kontribusi nyata dari ITS terhadap hak paten otomotif yang sejak Indonesia merdeka sangat minim perhatian.

Jika terwujud, jangan kaget kalau di antara kita ada yang menyaksikan mobil dengan nama Paijo berseliweran dengan mobil Isuzu, Suzuki, Toyota dll. Namun satu hal yang menjadi kekhawatiran bersama, ibarat hangat-hangat tahi ayam. Hanya diperhatikan di awal, 10 tahun berselang tidak ada kabarnya. Setidaknya kita bisa mengambil contoh dari Mobil Tawon yang entah bagaimana kabarnya.

Kerjasama dan Kekeluargaan dalam Prestasi
Kemenangan Tim SA ini lebih mirip keajaiban. Lebih tepatnya keajaiban yang terbagun oleh usaha, optimisme, dukungan serta do’a banyak orang. Bayangkan saja ketika di tengah-tengah perlombaan, tiba-tiba Engine Control Unit (ECU) alias otaknya mobil SA 1 malah rusak karena kabel busi putus. Dengan berbagai akses informasi dikerahkan, akhirnya perjuangan menegangkan seperti perjalanan Frodo menuju Orodruin membuahkan ECU seharga 4000 ringgit.

Belum lagi kelalaian tim saat lupa membawa paspor yang tertinggal dalam mobil di Surabaya ketika sudah sampai Jakarta. Untung ada dosen pembimbing yang masih mau berangkat, alhasil paspor yang ditaruh kolektif di kresek terebut pun terangkut.

Banyak kisah dramatis, menegangkan, dan mengkhawatirkan yang berhasil dilalui oleh Tim SA ini. Yang perlu dicatat di sini adalah adanya kebersamaan dari awal tim dibentuk sampai tim ini kembali ke tanah air membawa kemenangan. Terlepas dari jurusan yang pasti all out mendukung anak didiknya, ada juga pihak lain di luar Teknik Mesin ITS yang turut men-support tim ini. Mulai dari rektor, pembantu rektor, para rombongan supporter yang terdiri dari Dekan FTI, pembantu dekan, Kajur, dosen, alumni dll. Bahkan sampai alumni yang di Jakarta dan Malaysia pun turut menyambut kemenangan tim ini.

Ibarat sepak bola, dukungan mereka adalah pemain kedua belas yang sering diabaikan. Karena cukup miris ketika mendengar keluhan Tim Indonesia lainnya senewen akibat tidak terlalu didukung oleh birokrat mereka.

Membangun Institut (Tidak) Berbasis Angka
Kampus teknik memang sangat dekat dengan angka, bahkan identik. Tak jarang mahasiswa terbuai dengan meletakkan nilai angka akademik (IP) sebagai tujuan utama kuliah. Terlebih, sering formulasi angka-angka seolah berubah menjadi ular kobra yang sigap dalam memangsa setiap jengkal kreativitas, mengerdilkan otak kanan. Calon insinyur yang diharapkan mampu menjadi problem solver bidang teknologi malah berubah menjadi stok buruh pabrik. Banyak teori, minim aplikasi.

Pun demikian yang saya tangkap dari Tim SA ini. Dari 14 mahasiswa yang tergabung dalam tim inti, tidak sampai sepertiga yang moncer nilai akademiknya. Namun nyatanya, justru mereka-lah yang biasanya under estimate bagi maniak IPK itu mampu memberikan gagasan-gagasan tentang teknis pembuatan mobil yang sama sekali tidak diajarkan dalam kuliah dan belum pernah dilakukan sebelumnya.

Menyandang IP pas-pasan atau bahkan ajur-ajuran, mereka mampu berprestasi di level Internasional. Konsep ujian ulang yang diperuntukan bagi mereka setidaknya menjadi solusi praktis menyikapi ambruknya IP mereka gara-gara fokus pada pembuatan SA.

Pilihan untuk berlaga di kancah Internasional dan fokus akademik memang dilematis di mata sebagian mahasiswa. Ada yang rela memolorkan jadwal kelulusannya demi kesempatan berlaga di negeri seberang. Namun ada pula yang sebaliknya. Malah ada yang nekat ngamen untuk membiayai akomodasi ke luar negeri yang tidak murah. Tanpa kompensasi akademik atau mekanisme apapun yang bisa menyelamatkan akademiknya. Memilih angka akademik atau non akademik?

Kalimat bijak bertuah bahwa meraih itu lebih mudah daripada mempertahankan. Jika PENS ITS mampu mempertahkan gelar juara KRI 11 tahun berturut-turut sampai lumutan, saya berharap Tim Mesin ITS mampu mempertahankan bisa lebih lama dari itu dan mampu meningkatkannya. Jika selama ini bagi dunia barat (UI, ITB dkk) silau dengan Robotika dan Kemaritiman ITS, semoga mulai 2010 ini mereka juga memperhitungkan lebih terhadap teknologi mekanika dan otomotif kampus Perjuangan.

“All that is valuable in human society depends upon the opportunity for development accorded the individual” -Albert Einstein-


Nurhuda
Mahasiswa Teknik Mesin 2007

Mahasiswa RI Juara Pertama`SHELL ECO-MARATHON'

Selasa, 13 Juli 2010 21:21 WIB

Jakarta, (tvOne)

Mahasiswa Indonesia berhasil menuarai ' Shell Eco-Marathon (SEM) Asia 2010 di Sepang, Malaysia. Shell Eco Marathon merupakan ajang bagi mahasiswa untuk membangun inovasi, imajinasi dan kreativitas dalam menciptakan tekhnologi kendaraan masa depan, hemat energi dan ramah lingkungan.

Mahasiswa Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, menjadi juara pertama `Shell Eco-Marathon` (SEM) Asia 2010.

ITS menurunkan dua tim yang diberi nama Tim Sapu Angin 1 dan Sapu Angin 2. Tim Sapu Angin 1 mendapatkan peringkat delapan besar di Asia dengan tema futuristik (mobil irit bahan bakar).

Sedangkan Tim Sapu Angin 2 mendapatkan juara 1 kelas internal combution urban concept (mobil perkotaan).

"Mobil urban concept yang dibuat awalnya menggunakan mesin motor 4 kecepatan 100cc yang telah dimodifikasi, sehingga dalam 1 liter bensin dapat menempuh jarak 238 kilometer," ujar Galih Priatmojo Ketua Tim Sapu Angin 2, di Jakarta, Selasa (13/7).

Sedangkan body mobil digunakan rangka alumunium dan fiber glass, hingga beratnya hanya mencapai 94kg, dan untuk ban menggunakn ban sepeda dengan diameter 17inci, katanya.

"Ke depannya kita juga akan mengikuti kejuaraan mobil formula untuk mahasiswa yang biasa diberi nama `SAI Formula," kata Witantiyo sebagai dosen pembimbing tim ITS.

Selain diikuti oleh 10 negara, Indonesia sendiri mengirim empat Universitas seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada dan Institut Teknik Sepuluh Nopember sebagai wakilnya untuk mengikuti kejuaraan ini, namun hanya ITS yang memenangkan kejuaraan tersebut pertama kalinya di Asia. (Ant)

PICTURE

ITS Juara Shell Eco-Marathon Asia

PDF Print
Wednesday, 14 July 2010
SURABAYA (SI) – Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya kembali menorehkan prestasi internasional.
seputar-indonesia.com


Tim ITS 2 dengan mobil Sapu Angin 2 berhasil menjuarai Shell Eco-Marathon Asia 2010 yang digelar di Sirkuit Internasional Sepang, Malaysia, 8-10 Juli lalu. Sapu Angin 2 yang ikut dalam kategori urban concept menjadi mobil teririt bahan bakar dengan jarak tempuh 236,6 km untuk tiap satu liter bensin. Kelebihan lain mobil yang dirancang sejak Agustus tahun lalu ini adalah memiliki bodi paling ringan yakni 93 kg serta cukup aerodinamis.

Tiga keunggulan tersebut menjadikan mobil itu mengalahkan peserta lain dari 10 negara yakni Singapura, Malaysia, Jepang, China, Thailand,Filipina,Pakistan,India, Iran, dan Vietnam. Mobil Sapu Angin 2 bisa ditumpangi 1-2 orang dan mampu melaju dengan kecepatan 25 km per jam. Anggota Tim ITS 2, Galih Priyo Atmojo mengatakan, mesin mobil Sapu Angin 2 diambil dari motor Honda Revo 110 cc. Sedangkan bodinya menggunakan rangka aluminium dan fiber glass. “Saat perlombaan mobil menjalani sejumlah tes seperti slalom testdan tes kestabilan,” ujarnya kepada harian Seputar Indonesiakemarin.

Dalam lomba di Sepang, ITS mengirim dua tim untuk dua kategori dengan jumlah anggota sebanyak 17 mahasiswa.Terdiri atas Tim ITS 1,Sapu Angin 1 untuk kategori mobil prototype.Tim ITS 2, Sapu Angin 2 untuk kategori mobil urban concept. Tim ITS 1 hanya berada di peringkat kedelapan. Mobil berbobot 39 kg ini membutuhkan satu liter bahan bakar untuk menempuh jarak 232 km. Sapu Angin diambil dari nama salah satu keris milik Kepala Jurusan Teknik Mesin ITS Herman Sasongko. Nama itu memiliki arti bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan energi yang rendah.“ Saya sih asal memberi nama ketika didatangi para mahasiswa.

Kebetulan saat itu saya sedang membasuh keris yang saya beri nama Sapu Angin,”ujar Herman. Herman mengungkapkan, awalnya Fakultas Teknik ITS tidak berencana mengikuti lomba tingkat Asia tersebut.Namun,pada Maret tahun lalu pihaknya didatangi tim Shell dan meminta untuk ikut lomba. Sejumlah perguruan tinggi negeri lain seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Gadjah Mada (UGM) juga terlibat dalam lomba ini.“Kami terima tawaran itu karena saya rasa cukup menantang,”tuturnya. (lukman hakim)
 

'Optimum speed needed for Shell Eco-marathon success'

Posted at 06/15/2010 1:06 PM | Updated as of 06/15/2010 1:24 PM

MANILA, Philippines – Team Philippines is set to compete next month in a race that is about distance instead of speed at the inaugural Shell Eco-marathon (SEM) Asia in Malaysia.
The RP Team, represented by 3 groups from Don Bosco Technical College, Mapua Institute of Technology, and University of Santo Tomas (UST), will go against other Asian student teams at the Sepang International Circuit in Sepang, Selangor.
The SEM is slated from July 8 to 10.
Several mechanical engineering students from Don Bosco, Mapua and UST designed and built their own energy-efficient vehicles for this different kind of race. The students will also drive their cars on the race track.
The 3 entries of Team Philippines (Mapua, UST and Don Bosco) to the Shell Eco-marathon Asia. Photo c/o Pilipinas Shell Petroleum Corporation

The team vehicle which travels the farthest distance using the least amount of fuel will be declared the winning car.
In order to this, Jaime “Jimmy” Diago of Pilipinas Shell Petroleum Corporation (PSPC) said that the teams from Don Bosco, Mapua and UST must achieve optimum speed.
“Speed comes into play in fuel economy,” said Diago, who offered his services to be a technical volunteer for the SEM Philippine contingent.
He said that the vehicle’s speed should neither be too slow nor too fast. The minimum speed at the SEM is 30 kilometers per hour (kph).
He noted that efficiency suffers when the vehicle is too fast.
“When you increase speed, you have lesser time to burn fuel. When you increase the revolutions per minute (RPM), you have lesser time to combust fuel,” Diago told abs-cbnNEWS.com.
He also stated that a vehicle that is too slow would take much longer to finish the race. He also brought up the problem of idling—the lack of motion or energy.
Moreover, Diago noted other factors that would contribute to success at the SEM—the car’s engine, weight, design and aerodynamics.
The SEM entries will be using Shell’s 95 octane fuel. – Report by Ma. Rosanna Mina, abs-cbnNEWS.com